MAKALAH
JARINGAN SARAF TIRUAN
Nama : Saiful Imron
NIM : B.2.4.12.0003
Semester : 5
JURUSAN
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS
SULTAN FATAH DEMAK
2014
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr Wb.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah tentang jaringan saraf tiruan ini dengan lancar. Makalah
jaringan saraf tiruan ini bertujuan
untuk melengkapi Tugas mata kuliah Kecerdasan Buatan dan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang penggunaan-Nya.
Dalam Makalah ini menjelaskan jaringan saraf
tiruan secara detail dari mulai pengertian sampai tahap pembuatan jarinag saraf tiruan dan implementasi-Nya
untuk dapat bekerja seperti halnya yang dilakukan manusia.
Dengan ada-Nya Makalah ini kami berharap
dapat menambah wawasan atau pun menambah Referensi dalam kaitan-Nya dengan
jaringan saraf tiruan. Kami menyadari banyak kekurangan dalam menyusun makalah
ini.kami mohon bimbingan Ibu Dosen selaku dosen kami agar lebih mengerti banyak
tentang Hal tersebut.
Wassalamualaikum Wr Wb.
Daftar Isi
Halaman
judul..………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar………………………………………………………………………..1
Daftar Isi……………………………………………………………………………….2
PENDAHULUAN…………………………………………………………………….3
PEMBAHASAN dan IMPLEMENTASI ………………...………………………....5
KESIMPULAN dan DAFTAR PUSTAKA………………………………………...8
PENDAHULUAN
Dengan semakin tingginya kemampuan komputer untuk memproses
data dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi, sistem biometrik semakin
banyak diaplikasikan dalam kehidupan manusia. Sistem biometrik adalah sistem
untuk melakukan identifikasi dengan cara menggunakan ciri-ciri fisik atau anggota
badan manusia, seperti sidik jari, retina mata, suara. Teknologi biometrik ini
memiliki beberapa kelebihan seperti tidak mudah hilang, tidak dapat lupa, tidak
mudah dipalsukan, dan memiliki keunikan yang berbeda antara manusia satu dengan
yang lain.
Salah satu cara yang digunakan dalam sistem biometrik adalah
pengenalan wajah. Sistem pengenalan wajah bertujuan untuk mengidentifikasi
wajah seseorang dengan cara membandingkan wajah tersebut dengan database wajah
yang sudah ada. Dalam sistem pengenalan wajah, pendeteksian posisi wajah
merupakan salah satu tahap yang penting karena di dunia nyata wajah dapat
muncul di dalam citra dengan berbagai ukuran dan posisi, dan dengan latar
belakang yang bervariasi [Hjelmas, 2001].
Dalam
makalah ini kami merancang dan mengimplementasikan sistem pendeteksi wajah
manusia yang dapat memberikan output berupa jumlah, posisi, dan ukuran wajah
manusia yang ditemukan di dalam suatu citra digital.
PEMBAHASAN
pengertian
Jaringan syaraf tiruan adalah suatu sistem pemrosesan
informasi yang cara kerjanya memiliki kesamaan tertentu dengan jaringan syaraf
biologis [Fausett,1994]. Jaringan syaraf
tiruan dikembangkan sebagai model matematis dari syaraf biologis dengan berdasarkan asumsi bahwa:
1. Pemrosesan terjadi pada
elemen-elemen sederhana yang disebut neuron.
2. Sinyal dilewatkan antar neuron
melalui penghubung.
3. Setiap penghubung memiliki bobot
yang akan mengalikan sinyal yang lewat.
4. Setiap neuron memiliki fungsi
aktivasi yang akan menentukan nilai sinyal
output.
Jaringan
syaraf dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan pada arsitekturnya, yaitu pola hubungan
antara neuron-neuron, dan algoritmactrainingnya, yaitu cara penentuan nilai
bobot pada penghubung.
Multi-Layer Perceptron
Multi-Layer Perceptron adalah
jaringan syaraf tiruan feed-forward yang
terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan
oleh bobot-bobot penghubung. Neuron-neuron tersebut disusun
dalam lapisan- lapisan yang terdiri dari satu lapisan input (input layer), satu atau lebih lapisan tersembunyi
(hidden layer), dan satu lapisan output
(output layer). Lapisan input menerima
sinyal dari luar, kemudian melewatkannya ke lapisan tersembunyi pertama, yang
akan diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output [Riedmiller, 1994].
Setiap neuroni di dalam jaringan adalah sebuah unit pemrosesan sederhana yang menghitung
nilai aktivasinya yaitusi terhadap input eksitasi yang juga disebut net inputn
eti dimanap red (i) melambangkan himpunan predesesor dari uniti,wij melambangkan bobot koneksi
dari unitj ke uniti, danθi adalah nilai
bias dari uniti. Untuk membuat representasi menjadi lebih mudah, seringkali
bias digantikan dengan suatu bobot yang terhubung dengan unit bernilai 1. Dengan
demikian bias dapat diperlakukan secara sama dengan bobot koneksi.
Supervised Learning
Tujuan
pada pembelajaran supervised learning adalah untuk menentukan nilai bobot-bobot
koneksi di dalam jaringan sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan (mapping)
dari input ke output sesuai dengan yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan
melalui satu set pola contoh atau data pelatihan (training data set).
Setiap
pasangan polap terdiri dari vektor inputxp dan vektor targettp. Setelah selesai
pelatihan, jika diberikan masukan xp
seharusnya jaringan menghasilkan nilai
outputtp. Besarnya perbedaan antara nilai vektor target dengan output actual
diukur dengan nilai error yang disebut juga dengan di mana adalah banyaknya
unit pada output layer. Tujuan dari training ini pada dasarnya sama dengan
mencari suatu nilai minimum global dari E.
Algoritma dalam jaringan saraf tiruan
Algoritma Backpropagation
Salah
satu algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan yang banyak dimanfaatkan dalam
bidang pengenalan pola adalah backpropagation. Algoritma ini umumnya digunakan
pada jaringan syaraf tiruan yang berjenis multi-layer feed-forward, yang
tersusun dari beberapa lapisan dan sinyal dialirkan secara searah dari input
menuju output.
Algoritma
pelatihan backpropagation pada dasarnya
terdiri dari tiga tahapan [Fausett, 1994], yaitu:
1. Input nilai data pelatihan
sehingga diperoleh nilai output
2. Propagasi balik dari nilai error
yang diperoleh
3. Penyesuaian bobot koneksi
untuk meminimalkan nilai error
Ketiga
tahapan tersebut diulangi terus-menerus sampai mendapatkan nilai error yang
diinginkan. Setelah training selesai dilakukan, hanya tahap pertama yang
diperlukan untuk memanfaatkan jaringan syaraf tiruan tersebut.
Secara matematis [Rumelhart, 1986], ide dasar dari
algoritma backpropagation ini sesungguhnya adalah penerapan dari aturan rantai
(chain rule) untuk menghitung pengaruh masing-masing
bobot terhadap fungsi error.
Algoritma Quickprop
Pada
algoritma Quickprop dilakukan pendekatan dengan asumsi bahwa kurva fungsi error
terhadap masing-masing bobot penghubung berbentuk parabola yang terbuka ke
atas, dan gradien dari kurva error untuk suatu bobot tidak terpengaruh oleh
bobot-bobot yang lain [Fahlman, 1988]. Dengan demikian perhitungan perubahan
bobot hanya menggunakan informasi lokal pada masing-masing bobot. Perubahan
bobot pada algoritma Quickprop dirumuskan sebagai berikut:
Pada
eksperimen dengan masalah XOR dan encoder/decoder
[Fahlman, 1988], terbukti bahwa algoritma Quickprop dapat
meningkatkan kecepatan training. Eksperimen dari
[Schiffmann, 1993] juga menunjukkan peningkatan kecepatan
training dan unjuk kerja yang signifikan.
Aplikasi
jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan mampu menggambarkan setiap situasi
adanya sebuah hubungan antara variabel predictor (independents, input) dan variabel predicted (dependents, output),
ketika hubungan tersebut sangat kompleks dan tidak mudah untuk menjelaskan
kedalam istilah yang umum dari ”correlation” arau “differences between groups”.
Beberapa contoh permasalahan yang dapat dipecahkan secara baik oleh jaringan
syaraf tiruan antara lain :
- Deteksi Fenomena kedokteran
Berbagai indikasi yang berhubungan dengan kesehatan (kombinasi dari denyut
jantung, tingkatan dan berbagai substansi dalam darah, dll) dapat dimonitoring.
Serangan pada kondisi kesehatan tertentu dapat dihubungkan dengan perubahan
kombinasi yang sangat kompleks (non linier dan interaktif) pada subset dari
variabel, dapat dimonitering. Jaringan syaraf tiruan telah digunakan untuk
mengenali pola yang diperkirakan sehinga perlakuan yang tepat dapat dilakukan.
- Untuk mendeteksi golongan darah
manusia
Dengan menggunakan pengolahan citra. Manusia berusaha keras dengan segala
kemampuannya untuk menirukan kehebatan yang mereka miliki, misalnya seorang
dokter dengan keahliannya dapat membedakan golongan darah manusia antara A, B,
AB, dan O. dengan pendekatan kecerdasan buatan, manusia berusaha menirukan
bagaimana pola-pola dibentuk. Jaringan syaraf tiruan telah dikembangkan sebagai
generalisasi model matematik dari pembelajaran manusia.
Fluktuasi dari harga saham san index saham adalah contoh lain yang
kompleks, multidimensi tetapi dalam beberapa kondisi tertentu merupakan
phenomena yang dapat diprediksi. Jaringan syaraf tiruan telah digunakan oleh
analis teknik untuk membuat prediksi tentang pasar saham yang didasarkan atas
sejumlah factor seperti keadaan masa lalu bursa yang lain dan berbagai
indicator ekonomi.
Berbagai informasi biasanya didapat dari seorang peminjam seperti
umur, pendidikan, pekerjaan dan berbagai
data lain. Setelah pembelajaran dari jaringan syaraf tiruan tentang data
peminjam, analisis jaringan syaraf tiruan dapat mengidentifikasi karakteristik
peminjam sehingga dapat digunakan untuk mengklarifikasikan peminjam terhadap
resiko peminjam dalam kategori baik atau buruk
Jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk memangkas biaya dengan
memberikan keahlian tambahan untuk menjadwalkan perawatan mesin. Jaringan
syaraf tiruan dapat dialtih utnuk membedakan suara sebuah mesin ketika berjalan
normal (false alarm) dengan ketika mesin hamper mengalami suatu masalah.
Setelah periode pembelajaran, keahlian dari jaringan syaraf tiruan dapat
digunakan untuk memperingatkan seorang teknisi terhadap kerusakan yang akan
timbul sebelum terjadi yang akan menyebabkan biaya yang tidak terduga
Jaringan syaraf tiruan telah digunakan untuk menganalisir input dari sebuah
sensor pada sebuah mesin. Dengan
mengontrol beberapa parameter ketika mesin sedang berjalan, dapat melakukan
fungsi tertentu misalnya meminimalkan penggunaan bahan bakar.
IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK MENDETEKSI POSISI
WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL
Cara Penelitian
Dalam
penelitian ini kami menggunakan data yang terdiri dari satu set citra untuk pelatihan
(training data set) dan satu set citra
untuk pengujian (testing
data set). Untuk data pelatihan
digunakan citra wajah berukuran 20x20
pixel sebanyak 3000 buah. Sedangkan untuk citra non-wajah diperoleh dari file-
file citra yang tidak terdapat wajah manusia di dalamnya.
Sistem
ini menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dengan jenis multi-layer
perceptron. Arsitektur yang digunakan diadaptasi dari hasil penelitian [Rowley,
1998], namun lebih disederhanakan. Lapisan input terdiri dari 400 unit input,
yang menerima masukan dari nilai grayscale pixel 20x20 dari subcitra yang akan
dideteksi. Sebelum dijadikan input untuk JST, nilai grayscale yang berkisar
dari 0 sampai 255 dinormalisasi menjadi antara –1 dan 1. Lapisan output terdiri
dari sebuah unit dengan nilai keluaran berkisar antara –1 dan 1. Pada training
data set didefinisikan nilai 1 untuk data wajah dan –1 untuk data non-wajah.
Lapisan
tersembunyi (hidden layer) terdiri dari total 25+16=41 unit. Bagian pertama
terhubung dengan lapisan input yang membentuk 25 area berukuran 4x4 pixel.
Bagian kedua terhubung dengan lapisan input yang membentuk 16 area berukuran
5x5 pixel. Secara keseluruhan jaringan ini memiliki 883 bobot penghubung, sudah
termasuk bias. Jaringan ini lebih sederhana dibandingkan dengan sistem [Rowley,
1998] yang jumlah bobot penghubungnya mencapai 4357.
Teknik Active Learning
Training
dilakukan secara bertahap dengan menggunakan metode active learning [Sung,
1994]. Pada tahap pertama training dimulai dengan menggunakan sedikit data
non-wajah. Pada tahap berikutnya, data training non-wajah ditambah sedikit demi
sedikit. Namun data tambahan tersebut diseleksi hanya untuk data tertentu saja,
yaitu data yang yang dideteksi sebagai wajah (false positive) pada hasil
training tahap sebelumnya. Dengan demikian jumlah data training yang digunakan
untuk jaringan syaraf tiruan akan lebih sedikit. Karena data training yang
digunakan lebih sedikit, waktu yang diperlukan untuk proses training juga akan
lebih singkat. learning yang digunakan untuk sistem pendeteksi wajah.
Detektor Wajah
Bagian
detector wajah menggunakan arsitektur jaringan syaraf yang sama dengan yang
digunakan untuk training. Bobot penghubung yang digunakan diambil dari bobot
terakhir yang dihasilkan pada proses training. Hasil deteksi akan diputuskan
sebagai wajah jika output dari JST lebih dari 0, dan diputuskan sebagai
non-wajah jika output JST kurang dari atau sama dengan 0.
Gambar 1: Teknik Active Learning
untuk Sistem Pendeteksi Wajah
Ekstraksi Subcitra
Posisi
wajah bisa berada di mana saja pada citra yang akan dideteksi. Untuk itu
digunakan window berukuran 20x20 pixel yang akan digeser melalui seluruh daerah
citra. Daerah citra yang dilewati oleh window tersebut akan diperiksa satu persatu
apakah ada wajah atau tidak di area tersebut. Untuk mengantisipasi ukuran wajah
yang bervariasi di dalam citra yang dideteksi, citra diperkecil secara bertahap
dengan skala perbandingan 1:1,2 sebagaimana dilakukan pada [Rowley, 1998]. Pada
setiap ukuran citra yang diperkecil, window 20x20 pixel akan digeser melalui
seluruh area citra.
Preprocessing
Sebelum
digunakan sebagai training data set, citra akan melalui tahap-tahap
preprocessing berikut:
Histogram Equalization, untuk
memperbaiki kontras citra.Masking, yaitu
menghilangkan bagian sudut- sudut citra untuk mengurangi variasi citra sehingga
memperkecil dimensi data. Normalisasi, yaitu mengkonversi nilai intensitas
grayscale citra sehingga memiliki range antara –1 sampai dengan 1. Tahap-tahap
preprocessing ini juga digunakan pada saat proses pendeteksian wajah.
Merging
Pada saat dilakukan deteksi wajah pada citra, biasanya
sebuah wajah akan terdeteksi pada beberapa lokasi yang berdekatan. Lokasi-lokasi ini disebut dengan kandidat wajah. Untuk itu
perlu dilakukan proses penggabungan (merging), yaitu menyatukan lokasi
kandidat-kandidat wajah yang berdekatan.
Hasil
implementasi
Unjuk
kerja dari detektor wajah pada umumnya diukur
dengan menggunakan dua parameter, yaitu detection
rated an false positive rate [Yang, 2002]. Detection rate adalah perbandingan antara
jumlah wajah yang berhasil dideteksi dengan jumlah seluruh wajah yang ada.
Sedangkan false positive rate adalah banyaknya subcitra non-wajah yang
dideteksi sebagai wajah. Contoh hasil deteksi yang dilakukan pada beberapa
citra pengujian ditunjukkan pada gambar 4. Pengujian dilakukan dengan data uji
citra yang berasal dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang
terdiri dari 23 file citra yang secara keseluruhan berisi 149 wajah (data uji
MIT-23). Kumpulan citra ini pertama kali dipublikasikan pada [Sung, 1994]. Pada
data uji ini diperoleh hasil detection
rate sebesar 71,14% dan false positives sebanyak 62. Hasil ini diperoleh dari
training yang menggunakan 3000 data wajah dan 5200 data non- wajah yang
diperoleh melalui metodeactive learning.
- data set yang digunakan untuk training tidak sama
- jumlah
data yang digunakan untuk training tidak sama
Pengaruh Algoritma Quickprop
Perbandingan
antara training yang menggunakan algoritma
backpropagation standar dengan training yang menggunakan
algoritma Quickprop. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan 2000, 3000, dan 4000
data. Untuk setiap proses training, iterasi dihentikan pada saat nilai error
mencapai 0,05. Terlihat bahwa untuk jumlah data training yang semakin besar, algoritma Quickprop memberikan peningkatan kecepatan
yang signifikan.
Pengaruh Metode Active Learning
perbandingan antara hasil training yang menggunakan metode
active learning untuk memilih contoh data non-wajah, dengan hasil training yang
menggunakan data non-wajah yang dipilih secara random. Pada eksperimen pertama
digunakan 6000 data yang terdiri dari 3000 data wajah dan 3000 data non-wajah.
Sedangkan pada eksperimen kedua digunakan 8200 data yang terdiri dari 3000 data
wajah dan 5200 data non-wajah. Terlihat bahwa teknik active learning memberikan
hasil yang lebih baik. Ini berarti bahwa teknika active learning dapat memilih
data yang benar-benar perlu, sehingga dapat meminimalkan jumlah data training yang digunakan
KESIMPULAN
Jaringan
syaraf tiruan adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang cara kerjanya
memiliki kesamaan tertentu dengan jaringan syaraf biologis.
Dari penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa jaringan syaraf tiruan dengan jenis multi layer perceptron
dapat digunakan untuk melakukan deteksi wajah pada citra digital.
Pada sistem pendeteksi wajah yang
berbasis contoh, kinerja hasil deteksi yang didapatkan sangat tergantung dari
kualitas dan kuantitas dari data contoh yang diberikan.
Untuk training dengan jumlah data
yang besar, algoritma Quickprop memberikan peningkatan kecepatan training yang
signifikan. Metode active learning dapat digunakan untuk memilih data contoh
yang lebih tepat, sehingga meminimalkan jumlah data training yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Hermawan, “Jaringan Saraf
Tiruan : Teori dan Aplikasi”, Andi, Yogyakarta : 2006.
Dewi Agushinta R., “Ekstraksi
Fitur Dengan Segmentasi Wajah Untuk Identifikasi Pada
Sistem Pengenalan Wajah”, Disertasi, Universitas Sultan Fatah, Demak, 2014.